18 tahun yang lalu.
Sepasang suami-istri mendatangi seorang dokter dengan sangat cemas. Menanyakan perihal mengapa bayinya tak kunjung memberikan tanda akan keluar, padahal 9 bulan terhitung sudah semenjak beberapa hari yang lalu dan ia tetap tak memberikan sinyal.
Sedih ketika harus mendengarkan perkataan dokter,bahwa ternyata detak jantung si kecil kian melemah. Ia diprediksi akan mati dalam beberapa hari kedepan jika tidak segera dikeluarkan.
Mereka pun sangat cemas dan memutuskan persalinan dengan cara sesar disegerakan.
Jumat, 3 Rajab 1419.
Seorang bayi kecil yang dinanti akhirnya datang disambut lantunan adzan dari ayahnya dengan penuh kelembutan. Ibunya terbaring lemah tak sadarkan diri sesaat bayi itu keluar. Sedangkan sang kakak menunggu diluar dengan kakek dan neneknya dengan sabar dan penuh harapan bahwa bunda dan adik kecilnya baik-baik saja.
Kelak, seperti namanya, bayi kecil ini diharapkan untuk menjadi seperti embun kemenangan yang putih nan suci, yang diciptakan oleh Allah.
Embun, yang suci. Kemenangan, yang diciptakan oleh-Nya. Menjadi seseorang yang menyejukan dan membawa dampak positif bagi lingkungannya, juga turut serta untuk meraih kemenangan yang hakiki, pada jalan Tuhannya.
Namun tak terasa, tahun berganti tahun seperti hari berganti hari. 18 tahun sudah lamanya si bayi kecil ini berkelana menjalani hidupnya dimuka bumi. Entah hal apa saja yang telah ia lakukan, benarkah benar apa yang dia lakukan untuk kebaikan atau hanya menghidupi kehidupan dengan pergi kemana-mana bawa kotoran.
Ah, andai saja ia selalu ingat bahwa hidup hanya sementara. Mungkin laiknya matahari ia akan selalu berusaha menyinari dan memberi sinar terbaiknya untuk bumi.
Sekarang, belum saatnya untuk menyerah-lelah, Azka Nada Fatharani. Kau baru melewati 18 kali revolusi, 6570 rotasi bumi. Nanti, biar Allah yang tetapkan waktu yang paling tepat untuk mu berhenti.
Jadi, jangan lupa untuk semangat lagi. Dan bersiaplah untuk selalu tersenyum menyambut sinar mentari, setiap pagi. :)
No comments:
Post a Comment