Beberapa hari yang lalu, saya memutuskan untuk membaca sebuah novel teenlit pinjaman teman. Novel ber-cover jahitan tas perempuan itu sebenarnya telah lama saya pinjam, sejak kelas delapan SMP. Saya menunda untuk membacanya, hingga akhirnya novel itu terselip entah kemana setelah perombakanan kamar dan baru ditemukan lagi saat SMA.
Setelah novel itu ditemukan, saya memutuskan untuk kembali menunda karena ada beberapa buku bacaan yang sedang masuk kategori prioritas. Karena novel itu novel pinjaman teman dan sempat hilang hingga tidak bisa dibaca dan dikembalikan, akhirnya saya gantikan novel itu dengan novel yang berbeda ke teman saya dan untungnya dia mau saja. he he
Novel itu bercerita tentang percintaan anak muda pada umumnya. Kalau saya membaca tepat pada waktunya saat saya kelas delapan SMP, saya kira, novel itu akan menjadi salah satu favorit saya. Tapi sayangnya ketika membaca novel itu beberapa hari yang lalu, alur percintaan yang ada di dalam novel itu sudah tidak saya kagumi lagi sejak beberapa tahun terakhir sehingga berkuranglah rasa untuk membacanya.
Anehnya, setelah selesai membaca novel tersebut, yang pertama kali terlintas di pikiran saya malah pembenaran saya akan perkataan orang yang mengatakan, “Jangan Menunda!”. Karena ternyata, menunda sama saja mengurangi pleasure yang harusnya saya rasa. Mungkin, karena sudah tidak fresh from the oven lagi kali ya?
Tentu, hal ini bisa juga berlaku bagi beberapa hal dalam kehidupan. Seperti berkurangnya rasa sedap bakso di mangkuk ketika kita baru menyantapnya 23 hari setelah penyajian, atau rasa es krim yang baru kita santap setelah berminggu-minggu dikeluarkan dari lemari es pendingin. Lebay banget ya contohnya. Mungkin contoh yang lebih dekat (dengan saya pribadi) adalah tugas kuliah? Seharusnya pleasure yang saya rasa akan tugas tersebut adalah -2 namun karena tugas tersebut saya tunda, jadi -50 ??
wks. apa-apaan ini-_-
wks. apa-apaan ini-_-
yaudahlah intinya mah jangan nunda :(
No comments:
Post a Comment